Makam Raden Saleh Bogor berada di sebuah komplek
yang terletak sekitar 30 meter dari tepi Jalan Pahlawan, Bogor melewati
sebuah gang kecil. Makam ini sempat ‘hilang’ selama kurun waktu
tertentu, sebelum ditemukan kembali pada tahun 1923 oleh Mas Adoeng
Wirjaatmadja, yang kemudian merawat tempat itu secara sukarela hingga
tahun 1990-an.
Matahari sudah turun
mendekati garis cakrawala ketika tiba di sana, dan pintu masuk ke dalam
makam sudah digembok. Beruntung tak lama kemudian datang seorang pria
bernama Isun Sunarya membawa kunci. Ia adalah penerus perawat makam
sukarela setelah pamannya meninggal, dan baru pada 1999 ia diangkat
secara resmi sebagai Juru Pelihara Situs Komplek Makam Raden Saleh dan
mendapat gaji bulanan.
Area Makam Raden Saleh ini terlihat cukup
rapi dan terawat baik setelah dipugar untuk kedua kalinya dengan dana
yang berasal dari Galeri Nasional Jakarta, dan peresmiannya berlangsung
pada 30 April 2008, bertepatan dengan peringatan dua ratus tahun Raden
Saleh.
Penampakan Makam Raden Saleh dari luar pagar yang saat itu masih
digembok. Makam ini pertama kali dipugar pada tahun 1953 atas perintah
Presiden Soekarno, dengan rancangan yang dibuat oleh arsitek Bogor
kelahiran Bonandolok, Tapanuli, mendiang Friedrich Silaban, yang juga
perancang Masjid Istiqlal, Jakarta.Raden Saleh lahir di Terbaya,
Semarang pada 1807, dari seorang ibu bernama Mas Ajeng Zarip Husen dan
ayah bernama Sayid Husen bin Alwi bin Awal, cucu buyut Asisten Residen
Terboyo Kyai Ngabehi Kertosobo Bustam. Sejak berusia 10 tahun ia hidup
dibawah asuhan pamannya yang menjadi Bupati Semarang, yaitu Raden
Adipati Surohadimenggolo yang bersimpati pada perjuangan Pangeran
Diponegoro.
Penampakan Makam Raden Saleh dari luar pagar yang saat itu masih
digembok. Makam ini pertama kali dipugar pada tahun 1953 atas perintah
Presiden Soekarno, dengan rancangan yang dibuat oleh arsitek Bogor
kelahiran Bonandolok, Tapanuli, mendiang Friedrich Silaban, yang juga
perancang Masjid Istiqlal, Jakarta.Raden Saleh lahir di Terbaya,
Semarang pada 1807, dari seorang ibu bernama Mas Ajeng Zarip Husen dan
ayah bernama Sayid Husen bin Alwi bin Awal, cucu buyut Asisten Residen
Terboyo Kyai Ngabehi Kertosobo Bustam. Sejak berusia 10 tahun ia hidup
dibawah asuhan pamannya yang menjadi Bupati Semarang, yaitu Raden
Adipati Surohadimenggolo yang bersimpati pada perjuangan Pangeran
Diponegoro.
Lokasi Makam Raden Saleh letaknya berdampingan dengan istri keduanya
yang bernama Raden Ayu Danurejo. Istri pertamanya, seorang perempuan
keturunan Belanda bernama Constancia Winkelhagen, dinikahinya pada 1856,
namun kemudian mereka bercerai. Tempat yang sekarang menjadi Rumah
Sakit Cikini di Jalan Raden Saleh, dahulu adalah rumah mewah yang
dimiliki Raden Saleh ketika masih bersama istri pertamanya. Sedangkan
yang sekarang menjadi Taman Ismail Marzuki adalah bekas kebun binatang
miliknya.
Karena bakat melukisnya, pada 1817 Bupati Majalengka
Raden Adipati Ario Panji Kartadiningrat, pamannya, mengirimnya belajar
dibawah pengawasan Residen Priangan, Baron Robert van der Capellen. Dua
tahun kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Bogor dan belajar pada
Antoine Auguste Joseph Paijen, pelukis keturunan Belgia yang bekerja
pada Casper Georg Karl Reinwardt (1773 – 1854), ahli botani asal Jerman
pendiri Kebun Raya Bogor. Boleh dibilang Makam Raden Saleh ini terlihat sangat sederhana, tidak
sebanding dengan nama besar Raden Saleh ketika itu. Namun konon makam
ini dahulu terbuat dari batu marmar yang mungkin dijarah saat tidak ada
yang merawat.
Address : Raden Saleh, Jl. Pahlawan, Selatan, Gg. Makam, Pasir Jaya, West Bogor, Bogor City, West Java 16119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar